Sejarah Singkat Museum Zoologi
Berdirinya museum zoologi merupakan gagasan dari J.C. Koningsberger, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman yang menetap di Belanda. Pada awal pembangunannya tahun 1894, tempat ini berfungsi sebagai laboratorium zoologi yang menjadi wadah penelitian yang berkaitan dengan pertanian dan zoologi, meliputi kegiatan inventarisasi fauna indonesia dengan nama Landbouw Zoologisch Laboratorium. Seiring dengan perkembangannya, Museum Zoologi mengubah namanya sesuai dengan fungsinya. Berikut ini perubahan nama dari masa ke masa :
Tahun | Nama Lembaga |
1894 | Landbouw Zoologish Laboratorium |
1898 | Landbouw Zoologish Museum |
1906 - 1909 | Zoologisch Museum en Werkplaats |
1910 - 1942 | Zoologisch Museum en Laboratorium |
1942 - 1945 | Dobutsu Hakubutsukan |
1946 - 1947 | Zoologisch Museum en Laboratorium |
1947 - 1954 | Museum Zoologicium Bogoriense |
1955 - 1962 | Lembaga Museum Zoologicium Bogoriense |
1962 - 1986 | Museum Zoologicium Bogoriense |
1987 - 2000 | Balai Penelitian & Pengembangan Zoologi |
2000 - sekarang | Bidang Zoologi - Pusat Penelitian Biologi ( LIPI ) |
Dan yang di bawah ini gedung museum zoologi dari masa ke masa :
Di museum zoologi memiliki beberapa koleksi-koleksi fauna yaitu :
1. Burung Hantu Serak Jawa
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| ||||||||||||||||
Nama binomial | ||||||||||||||||
Tyto alba (Scopoli, 1769) |
Serak jawa ( Tyto alba ) merupakan spesies burung berukuran besar (34cm), mudah dikenali sebagai burung hantu putih. Wajah berbentuk jantung, warna putih dengan tepi coklat. Mata menghadap kedepan, merupakan ciri yang mudah dikenali. Bulu lembut, berwarna tersamar, bagian atas berwarna kelabu terang dengan sejumlah garis gelap dan bercak pucat tersebar pada bulu. Ada tanda mengkilat pada sayap dan punggung. Bagian bawah berwarna putih dengan sedikit bercak hitam, atau tidak ada. Bulu pada kaki jarang-jarang. Kepala besar, kekar dan membulat. Iris mata berwana hitam. Paruh tajam, menghadap kebawah, warna keputihan. Kaki warna putih kekuningan sampai kecoklatan. Jantan-betina hampir sama dalam ukuran dan warna meski betina seringkali lebih besar 25%. Betina dan hewan muda umumnya punya bercak lebih rapat.
Morfologi ( Ciri Umum )
Badan bagian atas berwarna abu-abu terang dengan garis-garis gelap dan bintik-bintik pucat yang tersebar pada bulu-bulunya. Pada sayap dan punggung terdapat bintik-bintik lusuh. Badan bagian bawah berwarna putih dengan beberapa bintik-bintik hitam (terkadang tidak ada). Bulu-bulu pada kaki bagian bawah biasanya jarang (tipis). Bentuk muka menyerupai jantung berwarna putih dengan tepi berwarna kecoklatan dan pada tepi lingkar mata terdapat bintik- bintik berwarna coklat. Iris mata berwarna hitam. Kaki berwarna putih kekuning-kuningan sampai kecoklatan Ukuran tubuh jantan dan betina biasanya hampir serupa. Betina dan anakan lebih banyak memiliki bintik-bintik gelap.
Ukuran tubuh
Ukuran tubuh antara jantan dan betina hampir serupa, namun
demikian biasanya betina memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar daripada
jantan.
Ukuran tubuh betina:
·
Panjang badan: 34 – 40
cm
·
Rentang sayap: ± 110 cm
·
Berat badan: ± 570 gr
Ukuran tubuh jantan:
·
Panjang badan: 32 – 38
cm
·
Rentang sayap: ± 107 cm
·
Berat badan: ± 470 gr
Fisiologi ( ciri khusus )
Kemampuan terbang
Strategi perburuan dari Tyto alba
sangat berbeda dengan jenis-jenis burung predator yang lain. Burung-burung predator
lain, mengandalkan kecepatan dan kejutan untuk mendatangi dan menangkap mangsa.
Dalam perburuan mangsa, Tyto alba sangat bergantung pada cara terbangnya yang
tanpa suara dan pada pendengarannya yang sangat tajam. Suara yang timbul akibat
pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti beludru pada
permukaan bulu-bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap Tyto alba memiliki
jumbai-jumbai yang sangat halus yang juga berfungsi untuk meredam bunyi kepakan
sayap. Cara terbang yang tanpa suara ini menyebabkan mangsa tidak mampu
mendengar pergerakan Tyto alba dan juga membantu pendengaran Tyto alba sendiri.
Indera penglihatan
Mata Tyto
alba sangat peka sehingga dapat melihat pada kegelapan. Untuk mendeteksi lokasi
mangsa, mata dan pendengaran Tyto alba bekerja bersama-sama dalam suatu harmoni
yang serasi. Bola mata Tyto alba diketahui memiliki kedudukan tetap pada
tempatnya, menghadap ke depan dan memberikan penglihatan yang bersifat
binokuler dan stereoskopik. Kedudukan mata yang tetap memiliki kelemahan,
terutama dalam hal mendeteksi lingkungan sekitar. Untuk menanggulangi hal ini,
Tyto alba memiliki leher yang sangat fleksibel sehingga kepalanya dapat diputar
270 derajat dalam empat arah: ke arah kiri, kanan, atas dan bawah. Mata Tyto
alba memiliki adaptasi yang baik untuk melihat pada intensitas cahaya yang sangat rendah. Hal ini
ditandai dengan ukuran pupil yang
sangat besar dan retina yang
tersusun dari sel-sel yang sangat sensitif, yang memberikan efek penglihatan monokromatik. Kemampuan melihat dalam gelap ini dikatakan
sekitar 3 – 4 kali kemampuan manusia. Bola mata Tyto alba dilengkapi dengan
lapisan membran penutup
yang dapat dibuka dan ditutup. Gerakan buka-tutup dari membran tersebut
berfungsi untuk membersihkan bola mata dari debu dan kotoran yang menempel pada
permukaan mata.
Indera pendengaran
Tyto alba memiliki susunan letak
lubang telinga yang cukup unik, karena tidak simetris
dimana letak pada kepala antara satu dengan yang lainnya tidak sama tinggi dan
dengan sudut yang berbeda pula. Lubang-lubang telinga tersebut diselubungi oleh
suatu lapisan fleksibel yang tersusun dari bulu-bulu pendek seperti bulu-bulu
yang menyelimuti lingkar mukanya. Lapisan tersebut berfungsi sebagai keping
pemantul suara. Kelengkapan pendengaran
seperti itu membuat Tyto alba memiliki pendengaran yang peka dan bersifat
mengarah (direksional) terhadap sumber bunyi, sehingga Tyto alba mampu
mendeteksi lokasi mangsa (dalam arah dan jarak) secara tepat walau dalam
keadaan gelap gulita sekalipun. Pada Tyto alba columella di bagian tengah telinga,
berfungsi mengirimkan getaran dari membrane tympani ke bagian telinga dalam,
koklea ada meskipun tidak berbentuk spiral sempurna.
Perilaku makan
Tyto alba memiliki kebiasaan
makan yang unik. Tergantung ukuran mangsa yang tertangkap, Tyto alba dapat
menelan utuh mangsanya atau membaginya dalam ukuran yang lebih kecil sebelum
ditelan. Daging dan bagian yang lunak dari tubuh mangsa akan dicerna, sementara
bulu-bulu dan tulang belulang tidak dicerna dan kemudian secara berkala
dimuntahkan kembali dalam bentuk pellet.
2. Julang
|
||||||||||||||
Aceros cassidix
(Temminck, 1823) |
Julang
sulawesi (Aceros
cassidix) adalah spesies
burung rangkong dalam famili Bucerotidae.
Burung ini endemik di Sulawesi. Di daerah Minahasa. burung ini dikenal dengan nama Burung
Taong.
Deskripsi
Panjang tubuh dapat mencapai 100 cm pada jantan, dan
88 cm pada betina. Julang Sulawesi memiliki tanduk (casque) yang besar
di atas paruh, berwarna merah pada jantan dan kuning pada betina. Paruh
berwarna kuning dan memiliki kantung biru pada tenggorokan.
Habitat dan Kebiasan
Julang sulawesi menghuni hutan primer dan
hutan rawa. Terkadang ditemukan dihutan sekunder yang tinggi dan petak hutan yang
tersisa dengan lahan pertanian yang luas. Terkadang pula mengunjungi hutan bakau. Julang Sulawesi biasa terbang di atas dan
sekeliling tajuk dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah, namun terkadang
berkelompok sampai lima puluh individu atau lebih. Ketika terbang sayapnya
berbunyi berisik seperti mesin uap.
Persebaran
Julang sulawesi adalah
spesies endemik di Pulau Sulawesi dan beberapa pulau satelit Sulawesi
seperti Pulau Lembeh, Kepulauan Togian, Pulau Muna, dan Pulau Butung.
3. Mambruk Victory
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| ||||||||||||||
Nama binomial | ||||||||||||||
Goura victoria (Fraser, 1844) |
Mambruk Victoria atau dalam nama ilmiahnya Goura victoria adalah sejenis burung yang
terdapat di dalam suku burung Columbidae. Mambruk Victoria adalah salah
satu dari tiga burung dara mahkota dan merupakan spesies
terbesar di antara jenis-jenis burung merpati.
Burung Mambruk Victoria berukuran besar,
dengan panjang mencapai 74 cm, dan memiliki bulu berwarna biru keabu-abuan,
jambul seperti kipas dengan ujung putih, dada merah marun keunguan, paruh
abu-abu, kaki merah kusam, dan garis tebal berwarna abu-abu di sayap dan ujung
ekornya. Di sekitar mata terdapat topeng hitam dengan iris mata berwarna merah.
Burung jantan dan betina serupa.
Populasi Mambruk Victoria tersebar di hutan
dataran rendah, hutan sagu dan hutan rawa di bagian utara pulau Irian, yang juga termasuk pulau Yapen, pulau Biak, dan pulau-pulau kecil
disekitarnya.
Burung Mambruk Victoria bersarang di atas
dahan pohon. Sarangnya terbuat dari ranting-ranting dan dedaunan. Burung betina
biasanya menetaskan sebutir telur berwarna putih.
Mambruk Victoria adalah spesies terestrial.
Burung ini mencari makan di atas permukaan tanah. Pakan burung Mambruk Victoria
terdiri dari aneka biji-bijian dan buah-buahan yang jatuh di tanah. Spesies ini
biasanya hidup berpasangan atau dalam kelompok.
Mambruk Victoria diburu untuk diambil daging
dan bulunya. Spesies ini sudah jarang ditemui di daerah dekat populasi manusia.
Mambruk Victoria dievaluasikan sebagai rentan di dalamIUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.
4. Kuau
Klasifikasi ilmiah | ||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
|
Kuau adalah unggas yang tergabung dalam marga Argusianus. Terdapat dua jenis kuau:kuau raja (Argusianus argus)
dan kuau bergaris ganda (Argusianus bipunctatus).
Keduanya berasal dari Kepulauan
Nusantara. Kuau bergaris ganda tidak pernah ditemukan di alam,
deskripsinya didasarkan pada sejumlah bulu yang dikirim ke London dan dipertelakan pada tahun 1871. IUCN
memasukkannya dalam status punah.
Selain untuk Argusianus, nama kuau juga
diberikan pada kuau kerdil
Malaya (Polyplectron malacense). Untuk kuau
yang satu ini, statusnya dalam IUCN adalah rentan/VU.
Karakteristik
Burung ini mudah dikenali karena memiliki
tubuh yang indah dan spesifik. Tubuh yang jantan lebih besar daripada betina. Beratnya
adalah 11,5 kg dan panjangnya adalah 2 meter. Umumnya, berwarna dasar
kecoklatan dan dengan bundaran bundaran kecoklatan. Kulit disekitar kepala dan
leher kuau jantan berwarna kebiruan. Bagian belakang jambul betina, ditumbuhi
jambul yang lembut. Warna kaki kuau betina kemerahan dan tidak mempunyai
taji/susuh.Suara burung kuau terdengar hingga lebih dari 1 mil.
Habitat
Burung ini suka hidup di kawasan hutan, mulai
dari dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 1300m di atas permukaan
laut. Penyebaran burung ini adalah di Sumatera dan Kalimantan. Juga terdapat
di Asia Tenggara.Mereka
jarang dijumpai di hutan sekunder dan bekas tebangan sampai ketinggian 1.300
meter.
Makanan
Makanannya terdiri dari buah-buahan yang
jatuh, biji-bijian, siput, semut dan berbagai jenis serangga. Burung ini juga
suka mencari sumber air untuk minum sekitar jam sebelas siang.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar